JAKARTA (wartadigital.id) – Mantan Ketua KPK Busryo Muqoddas ikut bersuara terkait kabar adanya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat peralihan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia menyebut dari nama-nama yang tak lolos itu, ternyata tidak seluruhnya beragama Islam. Karena itu isu yang dihembuskan selama ini jika pegawai KPK terpapar radikalisme atau Taliban itu tidak benar.
“Saya ingin menyampaikan, menurut berita-berita yang sudah bisa kita baca dari media, dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus itu ada 8 pegawai KPK yang beragama Nasrani dan beragama Buddha,” ujar Busyro saat jadi narasumber di acara yang disiarkan akun YouTube Public Virtue Research Institute, Jumat (7/5/2021) sore.
Fakta itu menunjukkan bahwa isu radikalisme ataupun isu Taliban sama sekali tidak ada di tubuh KPK. “Justru isu itu membuktikan adanya radikalisme politik, radikalisme yang dilakukan oleh imperium-imperium buzzer yang selalu mengotori perjalanan keutamaan-keutamaan bangsa,” jelas Busyro.
Dengan demikian, sambung Busyro, sebagai salah satu alumni pimpinan KPK, dirinya mengajak para aktivis pegiat anti korupsi untuk sama-sama menyelamatkan KPK. “Kita dorong jangan sampai 75 pegawai KPK itu dipaksa mundur dengan dalih apapun juga. Karena tes wawasan kebangsaan itu tidak memiliki legitimasi moral, legitimasi akademis, maupun metodologi,” tegas Busyro.
Dijelaskan Busyro upaya memutilasi KPK disebut pernah terjadi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) namun kandas. Kini, ada upaya serupa kembali tercium di rezim Presiden Joko Widodo.
“Sejak 2010 upaya-upaya untuk memutilasi KPK gagal sampai 2015. Karena, waktu itu KPK masih independen dan ada kekuatan masyarakat sipil yang solid dan melakukan perlawanan secara adab dan hukum,” katanya.
Akan tetapi, ia merasa upaya memutilasi KPK melalui gerakan-gerakan politik kembali muncul di era Presiden Joko Widodo, atau sejak 2016. “Sampai sekarang ini gerakan-gerakan politik dimulai, dan ini sebagai bentuk penghinaan, penistaan terhadap eksistensi dan marwah kebangsaan Republik Indonesia,” tegas Busyro.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kejanggalan di KPK yang diduga dilakukan oleh mesin korupsi. Mesin korupsi yang dimaksud Busyro adalah pendengung atau buzzer politik.
“Tidak heran jika kemudian sekarang ini mesin korupsi semakin sistemik, terstruktur, dan masif. Yang paling menyedihkan dan menunjukkan keadaban yang amat sangat rendah yaitu korupsi di Kemensos melibatkan mantan Menteri Sosial,” jelas Busyro.
Belum lagi bocornya operasi tangkap tangan belum lama ini seperti di Kalimantan Selatan. Busyro menilai, kebocoran info OTT tak lepas dari pengaruh kekuatan elite penguasa. “Ada kekuatan-kekuatan dari elite-elite bisnis yang sudah dan semakin menguasai birokrasi selama ini,” pungkas Busyro. set, gel