
JAKARTA (wartadigital.id) – Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) resmi mendaftarkan gugatan terhadap 10 orang yang terlibat dan mengorganisir Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang Sumatera Utara (Sumut) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (12/3/2021).
Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pihaknya yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi (TPD) telah resmi mendaftarkan gugatan ke PN Jakarta Pusat.
“Alhamdulillah tadi kami sudah selesai mengajukan gugatan, untuk pendaftarannya sudah terjadi, sudah selesai melalui online ya,” ujar Herzaky kepada wartawan di PN Jakarta Pusat, Jumat (12/3/2021).
Herzaky pun menyebut, 13 orang tim hukum yang tergabung dalam TPD juga ada yang berasal dari DPP Demokrat, yaitu Menhob, Muhajir, Rony E Hutahaean, dan Yandri Sudarso.
Sementara sisanya, berasal dari kalangan aktif, pakar hukum, pengacara dan lainnya. Yaitu, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW), Abdul Fickar Hadjar, Aura Akhman, Donal Fariz, Iskandar Sonhadji, Budi Setyanto, Boedhi Wijardjo, Diana Fauziah dan Reinhard R Silaban.
Sementara itu, Ketua TPD Bambang Widjojanto mengatakan pendaftaran gugatan telah teregistrasi dengan nomor tiket 172/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN Jkt.Pst. “Pokok gugatannya perbuatan melawan hukum,” kata BW.
BW mengatakan, pihak yang menjadi tergugat sebanyak 10 orang. “Ada beberapa orang, sebagian besar mereka adalah yang terlibat di dalam kongres, yang mengorganisir kongres dan kami menduga dia adalah orang yang patut bertanggung jawab terhadap brutalitas demokrasi melalui Kongres KLB,” tegas BW.
BW pun tidak membeberkan seluruhnya pihak-pihak yang menjadi tergugat. “Yang pasti Jhonny Allen, Darmizal,” singkat BW
BW menduga dan meyakini bahwa wartawan datang ke PN Jakarta Pusat bukan hanya karena melihat kasusnya bagus, tapi juga melihat ada problem yang sangat mendasar di Indonesia. “Problemnya itu soal proses demokrasi, demokratisasi tuh dihancurleburkan, diluluhlantakan. Sehingga kami datang ke sini sebenarnya ingin memuliakan proses demokrasi dan demokratisasi itu,” ujar BW kepada wartawan.
Menurut dia, pengadilan bukan hanya sebagai benteng terakhir pencari keadilan, melainkan benteng terakhir bagi proses demokratisasi dan demokrasi.
“Pasal 1 konstitusi itu menjelaskan kita bukan hanya sekedar negara hukum, kita nih negara hukum yang demokratis. Artinya apa? berbasis pada kepentingan rakyat. Kalau segelintir orang yang sudah dipecat sebagian besarnya bisa melakukan tindakan seperti ini, ini yang diserang sebenarnya negara, kekuasaan dan pemerintahan yang sah, bukan sekedar Partai Demokrat,” jelas BW.
Apalagi, lanjut BW, dengan adanya keterlibatan Moeldoko yang posisinya menjabat sebagai simbol negara, yaitu kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
“Nah, kami ingin menggunakan hukum dan memuliakan hukum melalui pengadilan ini, dan mudah-mudahan hukum akan berpihak dan berpijak pada kepentingan kemaslahatan, pada kepentingan demokrasi dan kepentingan demokratisasi,” pungkasnya.
Saat disinggung alasannya mau menjadi tim hukum Demokrat yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi (TPD), bersama dengan 12 kuasa hukum lainnya, BW mengungkapkannya.
“Kalau ditanya kepada saya apa alasannya, menurut saya, saya sama dengan masyarakat, apa itu? Saya merasa ada masalah fundamental yang sekarang hari ini sedang ada di dalam bangsa ini. Apa itu? Kalau hak parpol yang diakui secara sah saja bisa diobok-obok dengan brutal kaya begini, maka kemudian sebenarnya kita, negara kita tuh sedang terancam,” jelas BW. set, rmo