SEOUL (wartadigital.id) – Penerbangan Jeju Air lainnya terpaksa melakukan pendaratan darurat karena masalah pada roda pendaratannya, Senin (30/12/2024). Ini terjadi hanya sehari setelah tragedi dialami maskapai tersebut di Muan, yang menewaskan 179 orang di dalamnya.
Penerbangan Jeju Air 7C101 berangkat dari Bandara Internasional Gimpo pukul 06.37 waktu setempat. Ia tetapi terpaksa putar balik tak lama setelah lepas landas setelah ditemukan “cacat mekanis” pada roda pendaratan.
Kantor berita Yonhap melaporkan 161 penumpang diberi tahu tentang cacat tersebut sebelum mendarat darurat dengan selamat di Bandara Gimpo. Para penumpang dipindahkan ke pesawat pengganti sebelum lepas landas lagi. Dalam sebuah pernyataan, perusahaan Jeju Air meminta maaf atas masalah tersebut.
“Penerbangan kembali merupakan tindakan yang diperlukan untuk operasi yang aman,” kata maskapai tersebut. “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan kepada penumpang di dalam pesawat,” lanjut pernyataan Jeju Air.
Masalah yang dialami penerbangan Jeju Air 7C101 ini muncul setelah kecelakaan fatal yang mengerikan di Bandara Internasional Muan pada Minggu, yang hanya menyisakan dua orang yang selamat dari 181 penumpang. Dalam rekaman yang diambil dari lokasi kecelakaan di Muan, pesawat Jeju Air 7C2216 terlihat meluncur di sepanjang landasan pacu dengan bagian perutnya tanpa roda pendaratan sebelum menabrak dinding dan meledak menjadi bola api.
Kecelakaan itu menandai bencana penerbangan paling mematikan di Korea Selatan sejak 1997, ketika pesawat Korean Airlines jatuh di hutan Guam, menewaskan 228 orang di dalamnya. Pada Senin, Pejabat Presiden Korea Selatan Choi Sang-mok mengatakan bahwa dia “patah hati” oleh kecelakaan di Muan. “Kepada warga negara yang terhormat, sebagai pejabat presiden, hati saya sakit saat kita menghadapi tragedi yang tak terduga ini di tengah kesulitan ekonomi baru-baru ini,” katanya saat memimpin rapat pengendalian bencana di Seoul. “Kami akan mengungkapkan kemajuan penyelidikan kecelakaan itu secara transparan, bahkan sebelum hasil akhirnya dirilis, dan terus memberi tahu keluarga yang ditinggalkan,” katanya lagi.
Saat para penyelidik bekerja untuk menentukan apa yang salah dengan penerbangan 7C 2216, Kementerian Transportasi Korea Selatan mengungkapkan bahwa pengendali lalu lintas udara mengeluarkan peringatan “tabrakan burung” hanya tiga menit setelah kecelakaan.
Rekaman juga muncul yang menunjukkan apa yang tampak seperti seekor burung yang tersedot ke dalam pesawat sebelum kecelakaan. Namun pertanyaan seputar tabrakan burung, serta tidak adanya roda pendaratan dan waktu pendaratan pesawat bermesin ganda Boeing 737-800 di Muan tidak dapat dijawab.
Pakar keselamatan penerbangan Australia Geoffrey Dell mengatakan kepada Reuters dia belum pernah melihat tabrakan burung yang mencegah roda pendaratan untuk diperpanjang.
Geoffrey Thomas, seorang ahli penerbangan dan editor Airline News, mengatakan kepada BBC banyak hal tentang tragedi ini yang tidak masuk akal. Dia juga mengatakan kepada Reuters biasanya [tabrakan burung] itu sendiri tidak menyebabkan hilangnya pesawat.
“Saat mencoba mendarat di landasan pacu Nomor 1, menara kontrol mengeluarkan peringatan tabrakan burung dan pilot mengumumkan mayday tak lama setelahnya,” kata Kementerian Transportasi. Para pakar juga menyelidiki apakah cuaca buruk juga berperan dalam kecelakaan itu—dengan penyelidikan yang diperkirakan memakan waktu bertahun-tahun.
Tabrakan burung sangat umum terjadi, namun sangat jarang berdampak besar pada pesawat. Kementerian Transportasi dengan cepat menepis anggapan bahwa tembok di ujung landasan pacu menjadi penyebab kecelakaan. “Pesawat Boeing 737-800 yang jatuh hari ini dapat mendarat di landasan pacu sepanjang 1.500 meter hingga 1.600 meter,” kata seorang pejabat kementerian tersebut. “Sulit untuk menghubungkan kecelakaan dengan panjang landasan pacu karena pesawat lain telah mendarat tanpa masalah.,” katanya lagi.
Pesawat itu kembali ke Korea Selatan dari Bangkok dengan sebagian besar penumpang diyakini warga Korea, kecuali dua warga negara Thailand. Dua orang di dalam pesawat berhasil selamat dari kecelakaan mematikan itu, yakni seorang awak perempuan dan seorang awak laki-laki. Keduanya berada di bagian belakang reruntuhan dan berhasil ditarik keluar oleh petugas pemadam kebakaran.
Salah satu korban selamat adalah seorang pramugari berusia 33 tahun. Dia telah terbangun dan berbicara dengan detektif, menurut kantor berita Yonhap. Direktur rumah sakit Ju Woong mengatakan pria itu menderita patah tulang rusuk, tulang belikat, dan tulang belakang bagian atas.
Korban selamat lainnya dirawat di rumah sakit terpisah. “Dia sepenuhnya mampu berkomunikasi,” kata Ju. “Belum ada indikasi kehilangan ingatan atau semacamnya,” imbuh dia. sin