JAKARTA (wartadigital.id) – Penggabungan Kemendikbud dan Kemenristek (Kemendikbud-Ristek) menuai kontroversi. Pasalnya, peleburan dua kementerian itu dinilai akan membuat riset dan teknologi negeri menjadi tidak efektif.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Nasdem Rico Sia bahkan mengaku tak habis pikir dengan kebijakan penggabungan Kemenristek dengan Kemendikbud. Sebab, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan lama yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. “Hanya bisa bicara satu kata. Aneh!” tegas Rico Sia, Selasa (13/4/2021).
DPR RI sebelumnya telah menerima Surat Presiden R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian dan menyepakati penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kemenristek ke Kemendikbud, sehingga menjadi Kemendikbud-Ristek dan pembentukan Kementerian Investasi.
“Dan sesuai hasil rapat konsultasi pengganti rapat Bamus 8 April 2021 DPR RI telah membahasnya dan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin rapat Paripurna DPR RI Jumat (9/4/2021).
Sementara itu politikus PKS Muhammad Nasir menilai penggabungan Kemenristek dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sebagai penerapan nomenklatur presiden terkait perampingan kementerian/lembaga seolah menunjukkan kalau pemerintah tidak peduli atas pengembangan riset dan teknologi di Tanah Air.
“Saya tidak terlalu tahu persis ya (alasan penggabungan), kemudian ada kesan seolah-olah kita tidak begitu care dengan upaya untuk meningkatkan teknologi dan riset kita. Indonesia itu masih jauh kondisinya, tertinggal dalam indeks inovasi global 2020,” kata Nasir.
Menurut Nasir seharusnya pemerintah lebih serius mengembangkan riset, karena riset ini menjadi motor penggerak pembangunan. Meski saat ini ada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hal itu tidak cukup untuk menampung kebutuhan terhadap riset di Indonesia. “Kan itu ada BRIN, namanya badan tentu berbeda dengan kementerian, walaupun ada badan yang selevel dengan kementerian. Badan itu organisasinya terbatas, SDM-nya juga terbatas, pendanaannya juga terbatas,” paparnya.
Sehingga legislator asal Aceh ini mempertanyakan alasan pemerintah melebur Kemenristek dengan Kemendikbud. Padahal pengembangan riset dan teknologi di Indonesia sangat jauh tertinggal dengan negara lain. Misalnya saja dengan Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-85 dari 131 negara sejak 2018 tentang pengembangan riset. Bahkan di ASEAN ada di peringkat ke-7. Sementara di kawasan Asia Tenggara, Timur, dan Oceania, berada di peringkat ke-14 dari 17 negara. “Jadi ada apa yang salah sehingga kemudian dilebur atau dimerger Kemerinstek ini dengan Kemendikbud. Ini sepeti orang yang kopiahnya itu sempit yang dikecilin kepalanya, bukan kopiahnya digedein,” tandasnya. set, rmo