
SUMENEP (wartadigital.id) – Unair kembali menggelar pengabdian masyarakat (pengmas) terintegrasi dan berkelanjutan di Pulau Gili Iyang, Sumenep selama dua hari, Jumat dan Sabtu (17-18/10/2025). Sasaran utama kegiatan tahun ini adalah kader kesehatan, ibu hamil, ibu menyusui, anak dan dan balita di Desa Banraas dan Desa Bancamara, Kecamatan Dungkek. Juga pelatihan tenaga kesehatan di lingkungan Departemen Kesehatan wilayah setempat.
Empat fakultas di Unair yang memiliki klaster kesehatan terlibat dalam kegiatan ini, yakni Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Fakultas Farmasi (FF), Fakultas Vokasi (FV).
Koordinator ACDH Gili Iyang 2025 Prof Dr Ir Retna Apsari MSi, IPM mengatakan dalam kegiatan pengmas ini diharapkan Unair mampu membangkitkan sircular ekonomi dari keseluruhan hilirisasi riset kepada masyarakat sekitar serta edukasi ke masyarakat sesuai dengan kepakaran dosen Unair yang terjun pengmas di Pulau Gili Iyang.

Dijelaskannya sejak menggelar kegiatan ACDH mulai 2022, ada dua kegiatan yang digelar di Pulau Gili Iyang sesuai permintaan masyarakat setempat dan kondisi riil Pulau Gili Iyang, yakni community services dan community development. “Yang saat ini adalah kegiatan community services. Bagaimana kepakaran-kepakaran dosen di empat fakultas di Unair yang memiliki klaster kesehatan bisa dimplementasikan langsung ke masyarakat di Pulau Gili Iyang. Seluruh kegiatan ACDH Gili Iyang 2025 merupakan salah satu bukti nyata implementasi SDGs 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 16 dan 17 dan peran Unair di masyarakat, khususnya di Sumenep dan Pulau Gili Iyang ,” kata Prof Retna Apsari yang juga Dekan FTMM Unair ini.

Sedangkan community development lebih pada implementasi hasil-hasil riset yang dilakukan Unair. Di Pulau Gili Iyang sudah banyak hasil riset Unair yang bisa dinikmati masyarakat setempat, di antaranya alat monitoring kadar oksigen, solar shelter, sepeda listrik, depo air, taman toga hingga museum wisata.
Dalam ACDH 2025, Fakultas Kedokteran mengawali kegiatan dengan menggelar pelatihan di lingkungan Dinas Kesehatan Sumenep mengenai campak, Jumat (17/10/2025). Sebanyak 66 petugas kesehatan ikut dalam pelatihan ini. Sedangkan edukasi pada ibu balita serta pemeriksaan balita di Pulau Gili Iyang dilaksanakan pada Sabtu (18/10/2025).
Mengapa campak? Di Indonesia, meskipun telah ada program imunisasi campak dan rubella, masih terdapat celah kekebalan populasi (immunity gap) yang menyebabkan wabah.
Menurut laporan WHO / Indonesia, antara tahun 2022–2023 tercatat peningkatan jumlah kasus suspected dan konfirmasi campak di 18 provinsi. Sebagai contoh, pada tahun 2025 telah dilaporkan wabah campak di Jawa Timur, di mana lebih dari 2.000 anak terinfeksi dan setidaknya 17 kematian terjadi—16 di antaranya berasal dari Kabupaten Sumenep.

Data situasi KLB campak Kabupaten Sumenep per 8 September 2025 memperlihatkan total 2.723 kasus suspeck campak, 205 kasus positif campak dan 20 kematian, dengan angka Case Fatality Rate (CFR) sekitar 0,74 % (20/2.723).
“Karena itu Fakultas Kedokteran Unair memberikan edukasi guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kepada tenaga kesehatan untuk mendiagnosa dan penatalaksanaan campak,” kata PIC FK Unair Dr dr Sulistiawati, MKes.
Kedatangan Tim FK Unair, lanjut dr Sulis, juga untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan pemeriksaan kesehatan pada bayi dan balita. Selain itu meningkatkan pengetahuan lewat edukasi masyarakat tentang penyakit infeksi dan imunisasi. Warga antusias antre mendapatkan layanan pemeriksaan. Apalagi panitia juga menyediakan obat dan sembako bagi warga usai melakukan pemeriksaan.
Kesehatan Gigi dan Mulut
Pulau Gili Iyang masih menghadapi tantangan serius dalam bidang kesehatan, khususnya kesehatan gigi dan mulut pada anak balita. Akses masyarakat terhadap layanan kesehatan di pulau ini terbatas karena faktor geografis, keterbatasan sarana transportasi, serta minimnya tenaga kesehatan gigi yang bertugas secara tetap.

Posyandu merupakan fasilitas kesehatan tingkat desa yang menjadi pusat utama pelayanan kesehatan balita dan ibu balita di Gili Iyang. Namun, pelayanan yang diberikan masih lebih berfokus pada imunisasi, pemantauan tumbuh kembang, dan gizi, sedangkan aspek kesehatan gigi dan mulut belum mendapat perhatian yang optimal. Data lapangan dan hasil kajian literatur menunjukkan bahwa prevalensi masalah kesehatan gigi pada balita di daerah pesisir dan kepulauan, termasuk Gili Iyang, tergolong tinggi. “Ini yang mendorong Fakultas Kedokteran Gigi Unair pengmas di Pulau Gili Iyang,” kata Prof Dr drg Sindy Cornelia Sp KGA (K) selaku PIC FKG di kegiatan ini.

Dijelaskannya masalah utama yang banyak ditemukan selama pemeriksaan pada balita antara lain karies gigi pada balita (Early Childhood Caries/ ECC) yang sering dibiarkan tanpa perawatan, menyebabkan nyeri, gangguan makan, hingga malnutrisi.

“Juga kurangnya pengetahuan ibu balita tentang kesehatan gigi anak balita, termasuk usia pertumbuhan gigi, pentingnya menjaga kesehatan gigi sejak dini, serta edukasi terkait menyikat gigi dengan pasta gigi berfluorida. Karena itu tim tak hanya melakukan pemeriksaan, tapi juga melakukan edukasi,” kata Ketua IDGAI (Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia) Jatim ini. nti *
Fakultas Farmasi Kenalkan Potensi Anggur Laut, Fakultas Vokasi Deteksi Dini Anemia

Pulau Gili Iyang juga mempunyai berbagai potensi alam yang potensial dikembangkan. Namun beberapa potensi yang ada belum dimanfaatkan dan diolah secara optimal hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan penduduk desa dalam mengoptimalkan potensi- potensi yang ada. Oleh karena itu Pulau Gili Iyang, dijadikan mitra penelitian dan pengabdian masyarakat dari Fakultas Farmasi dan Universitas Airlangga.
Program pengembangan desa mitra berbasis penelitian di wilayah ini merupakan salah satu program unggulan mitra yang sangat bermanfaat untuk masyarakat. Salah satu yang dibidik Tim Fakultas Farmasi Unair di Pulau Gili Iyang adalah melimpahnya Caulerpa sp.

Dekan Fakultas Farmasi Unair yang juga PIC FF Unair dalam kegiatan ini, Prof apt Dewi Melani Hariyadi SSi, MPhil, PhD mengatakan Caulerpa sp. atau sering disebut anggur laut selama ini hanya dimanfaatkan sebagai lalapan yang dikonsumsi sehari-hari padahal tanaman tersebut memiliki aktivitas bioaktif sebagai antioksidan, antibakteri dan anti inflamasi.
“Pada pengabdian masyarakat tahun ini kami melakukan pelatihan berupa pengenalan potensi anggur laut serta pembuatan produk dari tanaman anggur laut untuk sumber makanan mulai sirup hingga kraker dan kosmetik (masker),” katanya.
Selain itu dalam upaya tindak lanjut terhadap program yang telah dilaksanakan pada tahun 1 dan ke 2 berupa penanaman Toga pada tahun ini dilakukan penyuluhan untuk mengenal produk-produk obat tradisional.
Dijelaskan Prof Dewi, pada tahun ini juga dilakukan pengabdian masyarakat berupa pemeriksaan kesehatan ibu dan anak yang dibarengi pemberian suplemen/ vitamin untuk menjaga kesehatan dengan dukungan dari Ikatan Apoteker Indonesia. Sebelum mendapatkan pemeriksaan mereka juga diberikan penyuluhan tentang DAGUSIBU (DApatkan, GUnakan, SImpan dan Buang) obat dengan benar untuk mendapatkan manfaat yang tepat serta menghindari penggunaan obat yang salah.
Pemeriksaan Hb

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih tinggi prevalensinya di Indonesia, terutama pada kelompok ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia mencapai sekitar 48,9%, yang berarti hampir 1 dari 2 ibu hamil mengalami kondisi ini.
Pulau-pulau kecil, seperti Gili Iyang, memiliki tantangan tersendiri dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap fasilitas kesehatan modern seringkali terbatas, sehingga upaya deteksi dini anemia berbasis masyarakat menjadi sangat penting.

Lailatul Muqmiroh, Sp.Rad (K) selaku PIC Fakultas Vokasi menjelaskan dengan adanya kegiatan pengabdian masyarakat berupa pemeriksaan Hb (Hemoglobin) pada ibu hamil dan menyusui diharapkan dapat membantu mengidentifikasi kasus anemia sejak dini, sekaligus memberikan edukasi mengenai pencegahan anemia melalui konsumsi gizi seimbang dan kepatuhan minum tablet tambah darah (TTD).
Kegiatan “Deteksi Dini Anemia pada Ibu Hamil: Peran TLM dalam Pemeriksaan Hemoglobin” dirancang sebagai bentuk kontribusi nyata perguruan tinggi dalam mendukung program kesehatan nasional, khususnya dalam menurunkan angka anemia pada kelompok rentan, meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak, serta memperkuat peran TLM dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Dijelaskan dr Lailatul, anemia pada ibu hamil dan menyusui umumnya disebabkan oleh defisiensi zat gizi esensial, terutama zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Kondisi ini dapat diperberat oleh adanya infeksi kronis maupun pola konsumsi makanan yang rendah kandungan gizi.
Dampak anemia pada ibu hamil sangat signifikan, antara lain meningkatkan risiko kelelahan, perdarahan pasca persalinan, persalinan prematur, preeklamsia, hingga kematian maternal. Pada janin, anemia berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR), keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, serta peningkatan risiko kematian perinatal.
Sementara itu, pada ibu menyusui, anemia dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air susu ibu (ASI), serta melemahkan sistem imunitas, yang pada akhirnya berimplikasi terhadap kesehatan ibu maupun bayi yang disusui. “Deteksi dini anemia ini menjadi langkah strategis untuk mencegah dampak yang lebih serius,” kata Wakil Dekan III Fakultas Vokasi Unair ini. nti*





