JAKARTA (wartadigital.id) – Dukungan dan apresiasi terus mengalir dari sejumlah pihak setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang mengatur Investasi Miras .
Salah satunya dari Fraksi Partai Amanat Nasional ( PAN ) di DPR RI. Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menganggap sikap Jokowi sebagai langkah konkret untuk meredam perdebatan dan polemik di masyarakat yang muncul beberapa hari ini. Dia pun percaya dengan keputusan pemerintah itu peredaran miras bisa dikendalikan.
“Presiden mendengar suara-suara masyarakat. Tentu banyak juga pertimbangan dan masukan yang sudah didengar. Pada akhirnya, presiden memilih untuk mencabut lampiran perpres tersebut,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (2/3/2021).
Menurut Saleh, adalah fakta bahwa ini bukan kali pertama presiden mencabut atau merevisi Perpres yang dikeluarkan. Wajar jika ada spekulasi di masyarakat yang menyatakan bahwa Biro Hukum Kepresidenan kurang peka terhadap situasi sosial, politik, budaya, dan keagamaan di tengah masyarakat. Jika ada kepekaan, Perpres seperti ini tidak perlu dimajukan ke meja presiden. “Tentu presiden memiliki biro hukum dan ahli hukum yang merumuskannya. Mestinya, sudah ada kajian sosiologis, filosofis, dan yuridis sebelum diajukan ke presiden. Karena, bagaimana pun sebagai sebuah payung hukum, Perpres mengikat semua pihak. Karena itu, jika ada sekelompok masyarakat yang secara sosiologis merasa dirugikan, draft Perpres tersebut tidak perlu dilanjutkan,” tegasnya.
Di sisi lain, dengan keputusan dan sikap bijaksana Jokowi bisa memperjelas soal dari mana awal mula kebijakan itu muncul. Anggota Komisi IX DPR itu meyakinkan kajian kebijakan itu tidak serta datang dari pikiran Presiden Jokowi. “Kalau begini, kan bisa jadi orang menganggap bahwa Perpres itu dari presiden. Padahal, kajian dan legal draftingnya pasti bukan presiden. Ini yang menurut saya perlu diperbaiki di pusaran Tim Kepresidenan,” tandas dia.
Sejauh ini, Saleh menambahkan pencabutan lampiran Perpres tersebut sudah sangat baik. Apalagi, presiden menyebutkan bahwa alasan pencabutan itu setelah mendengar masukan ormas keagamaan, tokoh masyarakat, dan tokoh-tokoh daerah. “Dengan begitu, polemik bahwa pemerintah akan membuka ruang besar bagi investasi minuman keras dengan sendirinya terbantahkan,” pungkasnya.
Presiden Jokowi telah memutuskan mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Di dalamnya, Jokowi menetapkan industri minuman keras (miras) ke dalam Daftar Positif Investasi (DPI) mulai 2 Februari 2021.
“Bersama ini, saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” ujar Jokowi dalam jumpa pers, Selasa (2/3/2021).
Sementara itu Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan keputusan itu sangat tepat. Sebab miras sama sekali tidak menimbulkan dampak positif di setiap aspek kehidupan masyarakat, terutama ekonomi yang ingin dibidik lewat kebijakan legalisasi tersebut.Sebaliknya, keuntungan yang didapat dari produksi miras tidak sebanding dengan kerugian yang didapat bangsa Indonesia. “Kalau semata-mata pertimbangannya adalah ekonomi dan investasi maka banyak data yang menunjukkan posisi itu selalu defisit, perolehan keuntungan ekonomi tidak berbanding lurus dengan kerugian yang ditimbulkan, baik aspek masyarakat, keruskan generasi muda dan tindak kejahatan yang ditimbulkan dari dampak negatif miras,” tuturnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3/2021).
Selain itu, jika produksi miras dilihat sebagai bagian untuk proses ekspor, kata dia, akan menimbulkan stigma negatif terhadap Indonesia. Menurutnya, MUI terus berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat terhadap bahaya miras.
Ni’am menjelaskan, pelegalan miras tentunya akan saling bertolak belakang dengan konsep wisata halal yang belakangan mulai digaungkan di berbagai daerah di Indonesia. Menurutnya, hal itu akan menjauhkan para wisatawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap perwujudan konsep tersebut. “Pada saat indonesia berkomitmen membangkitkan ekonomi kreatif berbasis pariwisata halal, sementara peredaran miras akan kontra produktif terkait dengan komitmen untuk mendorong pariwisata itu,” tuturnya. ren, ins