JAKARTA (wartadigital.id) – Setelah mencoret FABA (Fly Ash Bottom Ash) dari daftar limbah berbahaya, pemerintah memastikan limbah yang dihasilkan dari PLTU tersebut aman dan tidak mudah meledak.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan, berdasarkan hasil tes yang didalami di laboratorium, FABA batubara tidak termasuk dalam klasifikasi sebagai limbah B3. Dalam uji tersebut, FABA batubara juga terbebas dari parameter mudah meledak, reaktif dan korosif.
“Kalau dari fasilitas PLTU di temperatur pembakarannya yang tinggi, sehingga karbonnya minim dan sudah dites di lab, dan semuanya tidak memenuhi kriteria sebagai limbah B3,” kata Vivien dalam konferensi pers, Senin (15/3/2021).
Lagipula, kata dia, limbah FABA batubara yang masuk dalam kategori non B3 yakni hanya limbah dari proses pembakaran batubara di luar fasilitas stoker boiler atau tungku seperti di PLTU. Artinya, tidak semua limbah FABA dikeluarkan dari daftar B3.
Untuk diketahui pemerintah menghapus FABA dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diteken Presiden Joko Widodo pada 2 Februari lalu. Aturan tersebut merupakan revisi PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Kendati dikeluarkan dari daftar limbah B3, namun perusahaan penyedia listrik dan juga perusahaan tambang yang mengelola FABA tetap wajib memenuhi standar yang tercantum dalam izin dokumen lingkungan atau amdal, dari yang sebelumnya masuk ke izin pengelolaan B3.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan, pemerintah tidak akan mengabaikan pengawasan terhadap pengelolaan limbah di lapangan kendati telah dicoret dari daftar B3.
“Kalau sebelumnya dilarang, sekarang diperbolehkan tapi diawasi dan dibina secara ketat. Kalau ada masalah, maka nanti diupayakan penggunaannya,” jelas Djamaluddin. ren, med