wartadigital.id
Jawa Timur

Diskon Tarif PLN Pengaruhi Deflasi Jawa Timur pada Februari 2025

Kepala BPS Jatim Zulkipli

SURABAYA (wartadigital.id) – Provinsi Jawa Timur pada Februari 2025 mengalami deflasi atau penurunan harga secara year-on-year (y-on-y) sebesar 0,03 persen. Deflasi tersebut, menurut Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) Zulkipli, disebabkan dari akibat kebijakan diskon dari pemerintah melalui PT PLN (Persero).

“Penurunan harga pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mencapai 15,41 persen. Tarif listrik sendiri memiliki andil cukup besar dalam deflasi bulan ini,” kaya Zulkipli, melalui siaran pers Berita Resmi Statistik (BRS), Rabu (5/3/2025).

Sebagaimana diketahui, belakangan ini diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang diberikan pemerintah melalui PLN sejak Januari 2025 resmi berakhir pada Februari. Kebijakan ini, menyasar rumah dengan daya 450 VA hingga 2.200 VA, sehingga memberikan dampak terhadap laju inflasi di Jawa Timur.

Jika itu dilihat secara month-to-month (m-to-m), Zulkipli menjelaskan, deflasi di Jawa Timur pada Februari 2025 mencapai 0,59 persen. Dan salah satu penyebab utama dari deflasi ialah penurunan harga listrik, yang menyumbang 0,70 persen terhadap deflasi bulanan.

“Selain itu, harga bahan pangan seperti bawang merah, cabai rawit, dan tomat juga mengalami penurunan, meskipun dampaknya tidak sebesar sektor energi,” kata dia.

Dampak dari diskon listrik, lanjutnya, juga tercermin dalam kategori pengeluaran rumah tangga. Selain tarif listrik, penurunan harga terjadi pada bahan bakar rumah tangga, yang menurun 35,11 persen.

“Beberapa sektor masih mencatat inflasi, seperti makanan dan minuman sebesar 1,76 persen, transportasi sebesar 1,21 persen, serta perawatan pribadi sebesar 8,66 persen,” ujarnya.

Untuk pergerakan deflasi di Provinsi Jawa Timur, menurut Zulkipli, terjadi tidak merata di seluruh wilayah. Ia menyebutkan, Kota Kediri adalah daerah dengan deflasi tertinggi, yang mencapai 0,98 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun ke 104,50.

“Sebaliknya, Kota Surabaya mengalami deflasi terendah, hanya 0,07 persen, dengan IHK 105,78. Perbedaan ini mencerminkan variasi pola konsumsi dan dinamika harga di masing-masing wilayah,” imbuhnya.

Menurutnya, tarif listrik menjadi faktor penyumbang utama deflasi di sebagian besar daerah, namun struktur ekonomi yang berbeda membuat dampaknya tidak seragam.

Selain deflasi, bukti bahwa pergerakan deflasi tidak merata di Jawa Timur adalah terjadinya inflasi di Kabupaten Banyuwangi, yang justru mencatat inflasi tertinggi di Jawa Timur. Zulkipli menyebutkan, inflasi di Kabupaten Banyuwangi 0,94 persen, dengan IHK 107,02.

“Faktor pendorongnya antara lain kenaikan harga bahan makanan, tembakau, dan transportasi,” kata Zulkipli.

Inflasi terendah, dikatakan Zulkipli, terjadi di Kabupaten Jember, yang hanya mengalami kenaikan 0,14 persen, dengan IHK 105,85.

“Kenaikan harga di Jember lebih moderat dibandingkan Banyuwangi, dengan sumbangan terbesar berasal dari kelompok makanan dan transportasi,” katanya.

Meski demikian, ia tetap menjelaskan  tidak hanya Provinsi Jawa Timur yang mengalami pergerakan laju deflasi maupun inflasi. Ia menyampaikan, hampir seluruh provinsi di Indonesia mengalami deflasi pada Februari 2025. Penurunan harga listrik akibat diskon dari PLN menjadi faktor utama yang mendorong penurunan indeks harga di berbagai daerah.

“Sebanyak 33 provinsi mengalami deflasi dan lima provinsi mengalami inflasi. Diskon dari tarif listrik ini yang membuat hampir semua provinsi mengalami deflasi,” tambahnya. jtm, brs

Related posts

Anggota Komisi C DPRD Jatim Dukung Pemberlakuan Tarif Jembatan Suramadu

redaksiWD

Kecelakaan di Tol Paspro Akibatkan Lima Orang Tewas

Pj Gubernur Jatim Dampingi Wapres RI Kunjungi Pasar Atom Surabaya

redaksiWD

Leave a Comment