JAKARTA ( wartadigital.id) – Sikap Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang menyampaikan dukacita atas bencana alam di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan mengatasnamakan Ketua Umum Partai Demokrat menuai kritik banyak pihak. Dia dinilai menunjukkan itikad tidak baik dalam berpolitik pasca keputusan pemerintah yang menolak permohonan pengesahan kepengurusan Demokrat kubu Moeldoko yang dibentuk saat Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal di Deli Serdang Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
Sebab, ada unsur politis yang dibawa Moeldoko saat menyikapi bencana yang membuat sebagian masyarakat mengalami kesusahan tersebut. “Menyayangkan tindakan KSP Moeldoko menyusupkan agenda politiknya dalam duka bencana yang dialami rakyat,” ujar aktivis 98, Irwansyah, Rabu (7/4/2021).
Dijelaskan Irwansyah, niat baik harus diimbangi dengan langkah yang baik, bukan untuk pencitraan politik atau dijadikan sebagai legitimasi pengakuan sebagai ketua umum yang bukan partai miliknya. “Cek nomor KTA ada tidak!” tegasnya.
Irwansyah juga menyayangkan langkah KSP Moeldoko yang notabene anak buah Presiden Jokowi, kembali menunjukkan arogansi politiknya. Seharusnya, Moeldoko bisa bekerja dengan cara legal sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Seharusnya, Moeldoko bisa membuat suasana lebih kondusif. Bukan justru sebaliknya, membuat Presiden Jokowi dan rakyat menjadi resah akibat manuvernya yang dipenuhi hasrat berkuasa.
Untuk itu, Irwansyah meminta Jokowi sebagai atas langsung dari Moeldoko menanyakan langsung kepada asal muasal dan akuntabilitas dana, jika ada sumbangan yang disalurkan untuk korban bencana alam. Hal ini penting agar tidak menjadi masalah hukum di kemudian hari.
Manuver politik KSP Moeldoko, tambah Irwansyah, yang masih mengaku sebagai Ketua Umum Partai Demokrat adalah bentuk perlawanan. Dan secara langsung tidak tunduk terhadap langkah atau pernyataan Pemerintah bahwa Ketua Umum Partai Demokrat yang sah adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Ini wujud pembangkangan pejabat pemerintah yang mencoba berontak terhadap keputusan penetapan dari pemerintahnya sendiri,” tutup Irwansyah.
Untuk diketahui Kepala KSP Moeldoko, ikut menyampaikan rasa dukanya atas bencana alam yang melanda wilayah NTT dan NTB. Sayang, dia justru ‘menunggangi’ bencana tersebut untuk menyatakan diri sebagai pimpinan partai.
“Saya, Dr Moeldoko, Ketua Umum DPP Partai Demokrat beserta keluarga besar Partai Demokrat di seluruh Tanah Air menyampaikan dukacita mendalam kepada saudara-saudara kami di NTT dan NTB yang ditimpa musibah bencana alam,” kata Moeldoko dalam keterangan tertulis yang disampaikan Jubir Kubu Moeldoko Muhammad Rahmad, Selasa (6/4/2021).
Disindir Putus Urat Malu
Sebelumnya sejumlah politisi kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melontarkan cibiran kepada Moeldoko yang masih memakai label Ketua Umum (Ketum) Demokrat. Melalui akun Twitter-nya, Yan Harahap yang berada di barisan AHY langsung merespons etika Moeldoko yang membawa label Ketua Umum Demokrat.
“Putusnya urat malu, akibat halusinasi akut,” tulis Yan Harahap di akun Twitter pribadinya @YanHarahap, Selasa (6/4/2021).
Tak hanya Yan Harahap, Politisi Demokrat dari kubu AHY Rachland Nashidik turut menyindir Moeldoko yang masih membawa embel-embel Ketum saat menyampaikan duka cita untuk bencana NTT dan NTB. “Semoga keprihatinannya tak sepalsu statusnya,” tulis Rachland Nashidik di akun Twitter miliknya @RachlanNashidik.
Keputusan menolak kepengurusan Demokrat versi KLB ilegal di bawah komando Moeldoko itu disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly. Dalam keterangannya, Yasonna Laoly menuturkan keputusan yang diambil pihaknya merujuk AD/ART yang kepengurusannya disahkan pada 2020 lalu di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dari hasil pemeriksaan terhadap seluruh dokumen fisik, Kemenkumham menyimpulkan masih terdapat beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi kubu Moeldoko. set, rmo, ins