SURABAYA (wartadigital.id) – Tingginya penggunaan energi berbahan bakar fosil di Indonesia menyebabkan ketersediaan energi fosil juga semakin langka, sehingga membuat Indonesia menjadi net importer minyak mentah dan produk turunannya. Untuk itu, Tim Antasena Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menawarkan pembangkit listrik berbasis biomassa bernama Antasena Bioelectricity.
Husnul Chotimah, salah satu anggota Tim Antasena ITS menuturkan, produk ini digagas karena beberapa alasan. Pertama, adalah target pemerintah Indonesia untuk meningkatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan mengoptimalisasi penggunaannya. Selain itu, pemenuhan energi di Indonesia juga didasari oleh banyaknya daerah yang belum teraliri listrik, contohnya beberapa desa di Kabupaten Pekalongan.
Sebagai negara agraris, timpal Husnul, Indonesia menghasilkan biomassa dalam jumlah besar dari limbah pertanian. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan salah satu negara produsen tempe terbesar di dunia yang belum memiliki alat pengolahan limbah, sehingga berpotensi membahayakan lingkungan. “Alasan-alasan tersebut akhirnya mendorong kami menggagas Antasena Bioelectricity ini,” tuturnya, Senin (3/5/2021).
Antasena Bioelectricity merupakan teknologi yang mampu menghasilkan energi listrik secara hybrid menggunakan fuel cell dan microbial fuel cell dengan memanfaatkan sekam padi dan limbah cair tempe. “Mula-mula, sekam padi akan difermentasikan dengan proses fermentasi gelap yang akan menghasilkan gas biohydrogen,” papar mahasiswi Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS tersebut.
Selanjutnya, imbuh Husnul, biohydrogen akan digunakan untuk menghasilkan energi listrik melalui fuel cell. Sedangkan proses fermentasi sekam padi nantinya akan menghasilkan limbah cair yang diproses bersamaan dengan limbah cair tempe pada microbial fuel cell. “Proses ini berfungsi untuk menghasilkan energi listrik tambahan,” ungkap gadis kelahiran Surabaya, 13 September 1999 tersebut.
Gagasan yang disusun sejak akhir 2020 ini menargetkan desa di Kabupaten Pekalongan, setelah sebelumnya melihat potensi komoditas desa di kawasan tersebut. “Potensi terbesar desa di wilayah Pekalongan adalah sekam padi dan limbah tempe. Kedua biomassa itulah yang kami gunakan sebagai sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik,” ujarnya.
Dalam penyusunannya, Husnul mengaku merasa kesulitan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Selain itu, untuk menghasilkan energi listrik semaksimal dan seefisien mungkin baik dari segi teknis maupun ekonomi, diperlukan perancangan Antasena Bioelectiricty secara keseluruhan dan analisa kuantitatif yang matang.
Gagasan cemerlang Tim Antasena ITS ini rupanya telah berhasil menyabet medali emas dan gelar Best Paper dalam Paper Competition ITS Expo 2021, awal April lalu. Husnul mengungkapkan, dalam kompetisi tersebut Tim Antasena ITS diwakili oleh Ahmad Fahmi Prakoso dan Muhammad Wildan Abyan dari Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS, serta Deden Eko Wiyono dari Departemen Teknik Kimia Industri ITS.
Husnul mengatakan bahwa kompetisi tersebut mengusung tema Optimalisasi Sumber Daya Desa Melalui Inovasi Anak Bangsa Guna Pembangunan Yang Berkelanjutan. “Dari subtema yang tersedia, perwakilan Tim Antasena memilih Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan sebagai subtema utama dalam penyusunan paper,” terangnya.
Menurutnya, tema tersebut dipilih sebagai upaya memaksimalkan potensi sumber daya alam suatu desa sehingga menciptakan desa yang berenergi, mandiri, bersih, dan terbarukan. “Ke depan, kami berharap Tim Antasena ITS dapat terus menghasilkan karya riset teknologi demi kemajuan dan kesejahteraan Indonesia,” tandasnya. mas