JAKARTA (wartadigital.id) – Kementerian Luar Negeri Indonesia meminta warga negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki keperluan penting untuk meninggalkan Myanmar. Seruan ini datang setelah meningkatnya kekerasan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan yang telah menewaskan puluhan orang.
Direktur Perlindungan Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri Indonesia Judha Nugraha menjelaskan memperhatikan perkembangan situasi terakhir dan sesuai rencana kontijensi, saat ini Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) Yangon menetapkan status Siaga II.
Dalam hal ini, jelasnya, KBRI telah sampaikan imbauan agar WNI tetap tenang dan berdiam diri di kediaman masing-masing, menghindari bepergian, termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan sangat mendesak.
“Sedangkan bagi WNI beserta keluarganya yang tidak memiliki keperluan yang esensial, dapat mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini masih tersedia,” ujarnya dalam sebuah pernyataan, Kamis (4/3/2021).
Pernyataan itu juga menyebutkan Kementerian Luar Negeri dan KBRI Yangon terus memantau perkembangan situasi di Myanmar. Namun saat ini dipandang belum mendesak untuk melakukan evakuasi WNI.
Sebelumnya, Singapura juga telah mengeluarkan seruan yang sama kepada warganya yang berada di Myanmar. “Warga Singapura saat ini di Myanmar harus mempertimbangkan untuk pergi sesegera mungkin dengan cara komersial sementara masih memungkinkan untuk melakukannya,” kata Kementerian Luar Negeri Singapura.
Singapura adalah salah satu investor terbesar di Myanmar. Menurut Kementerian Luar Negeri Singapura, setidaknya terdapat 500 warga negara mereka di Myanmar.
Sebelumnya, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener, mengatakan kekacauan di Myanmar kini telah di ambang perang nyata yang melibatkan organisasi etnis bersenjata. Menurutnya, kemarin menjadi hari “paling berdarah” sejak kudeta militer 1 Februari dengan total 38 orang telah tewas.
Burgener, yang merupakan diplomat Swiss, mengatakan bahwa polisi Myanmar telah menggunakan senapan mesin terhadap pengunjuk rasa. Hal itu terbukti dari video yang dikirimkan oleh para aktivis lokal.
“Kami sekarang memiliki lebih dari 50 orang tewas sejak kudeta dimulai dan banyak yang terluka,” kata Burgener.
Burgener menambahkan bahwa perang nyata sekarang mungkin telah terjadi di Myanmar. Dia menyerukan tindakan tegas terhadap tentara negara itu atas kudeta yang dilakukan.
“Ini bukan urusan internal, ini membutuhkan stabilitas kawasan. Kami tahu bahwa organisasi etnis bersenjata bertekad untuk tidak membiarkan ini berlanjut,” katanya. riz, set