wartadigital.id
Headline Nasional

Mahfud MD Tegaskan Pemerintah Tidak Akan Cabut UU ITE

Menko Polhukam Mahfud MD

JAKARTA (wartadigital.id)  – Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah telah melakukan kajian terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mahfud memastikan UU ITE masih dibutuhkan.

“Undang-Undang ITE masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan menghukumi, bukan menghukum ya, dan menghukumi dunia digital. Masih sangat dibutuhkan,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Kamis (29/4/2021).

Dia menegaskan tak ada pencabutan UU ITE. Dia mengatakan seluruh dunia sedang membuat UU ITE karena perkembangan digital. “Tidak akan ada pencabutan Undang-Undang ITE,” ucapnya.

Dia mengatakan pemerintah telah membuat aturan implementasi demi mencegah salah tafsir. Menurutnya, hal ini diperlukan agar penerapan UU ITE sama. “Dibuatlah pedoman teknis kriteria implementasi yang nanti akan diwujudkan dalam bentuk SKB 3 kementerian dan lembaga, Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri. Kalau istilah Pak Menkominfo tadi mungkin jadi buku saku, jadi buku pintar baik kepada wartawan, kepada masyarakat, maupun kepada Polri dan jaksa Kejaksaan di seluruh Indonesia,” sambungnya.

Sebelumnya UU ITE dinilai menjadi ganjalan terbesar bagi kebebasan berpendapat warga Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Pasal karet yang termuat dalam Undang-undang itu menjadi ‘hantu’ bagi warga untuk menyampaikan pendapat, yang seyogianya dijamin hukum nasional maupun internasional.

Kehadiran pendengung atau buzzer pun disebut sejumlah pihak menjadi tantangan selain UU ITE bagi warga berpendapat di ruang maya. Esensi demokrasi menjadi terganggu.

Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet), lembaga nirlaba yang berfokus pada kebebasan berekspresi mencatat sejak UU ITE diundangkan pada 2008 sampai 31 Oktober 2018, terdapat sekitar 381 korban UU ITE. Sekitar 90 persen dijerat dengan tuduhan pencemaran nama baik dan sisanya dengan tuduhan ujaran kebencian. Sementara untuk tahun 2020, ada 84 kasus pemidanaan warganet di mana 64 di antaranya terkena jerat UU ITE.

Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Ika Ningtyas, menuturkan dalam praktiknya banyak pelapor yang berasal dari kalangan pejabat, aparat dan pemodal.

Dalam database SAFEnet, kasus tertinggi terjadi pada 2016 bersamaan dengan UU ITE direvisi. Totalnya ada 83 kasus. Sedangkan untuk 2017 ada 53 kasus, 2018 dengan 25 kasus dan 2019 dengan 24 kasus.

Ika berujar terdapat pola pemidanaan dari laporan dengan mencantumkan aturan di UU ITE, yakni balas dendam, membungkam kritik, shock therapy, dan persekusi kelompok. Ia menilai aturan ini sebagai upaya untuk memberangus kebebasan berpendapat dan membungkam kritik.

“Oh iya jelas [memberangus kebebasan berpendapat dan membungkam kritik] karena terutama pemakaian Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 digunakan untuk mereka yang mengkritik dan menyalurkan aspirasi secara sah,” tuturnya.

Sepanjang perjalanannya, lanjut Ika, laporan terhadap defamasi atau pencemaran nama baik menempati posisi teratas dalam implementasi UU ITE. Kemudian disusul ujaran kebencian, melanggar kesusilaan, dan berita bohong. “Kecenderungannya masih defamasi dan ujaran kebencian Pasal 28 ayat 2,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Ika mengatakan kehadiran buzzer dengan UU ITE saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak perihal kebebasan berpendapat. Kata dia, “tantangan dalam berekspresi di internet semakin banyak. Selain UU ITE, ada buzzer. Buzzer bisa bekerja secara lebih serius untuk melakukan serangan digital bahkan melaporkan dengan UU ITE,” katanya.

Berdasarkan kondisi saat ini, ia menganggap buzzer senantiasa memberikan ‘serangan balik’ terhadap kritik yang disampaikan warga maupun kelompok warga terhadap kebijakan pemerintah. “Di sisi lain dia akan menjadi counter terhadap isu-isu yang dikritik oleh kelompok masyarakat sipil. Misal saat itu muncul tagar #sawitbaik,” pungkasnya.

Merujuk data Indonesia Corruption Watch (ICW), pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 90,45 miliar untuk jasa influencer baik individu atau kelompok dengan tujuan mempengaruhi opini publik terkait kebijakan. set, gel

 

 

Related posts

AHY Tegaskan Serius Dukung Anies Bareng Koalisi Perubahan

redaksiWD

Kenang Pelawak Cak Eko Londo, Pemkot Surabaya Siapkan Pertunjukan Seni di Taman Surya

redaksiWD

Jelang Ramadan, Puan Maharani bersama Eri Cahyadi Pantau Harga Sembako di Pasar

redaksiWD