JAKARTA (wartadigital.id) – Perkembangan energi baru terbarukan (EBT) terus bergeliat secara masif dalam beberapa waktu terakhir, hal ini sejalan dengan arah dunia menuju energi hijau. Pemerintah pun mendorong banyak proyek EBT di berbagai daerah.
Adapun Indonesia telah menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat. Target itu bukan tidak mungkin tercapai karena Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung percepatan NZE dengan energi baru dan terbarukan (EBT). Sumber ini dapat dimanfaatkan dengan baik jika infrastruktur jaringan dapat dibangun sesuai perencanaan matang.
“Dengan infrastruktur yang mendukung, kita akan menyalurkan semua sumber potensi EBT, dan pada tahun 2060 diharapkan jaringan interkoneksi antar pulau bisa terbangun, sehingga seluruh masyarakat yang berada di pelosok juga bisa memperoleh sumber energi,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada ajang Indo EBTKE Conex di ICE BSD, Rabu (12/7/2023).
Ambisiusnya pemerintah dalam target NZE membuat kebutuhan talenta di bidang Energi Baru Terbarukan sangat besar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengakui bahwa permintaan talenta-talenta di bidang EBT ini semakin besar dari waktu ke waktu.
“Saat ini sudah ada beberapa program studi yang berorientasi pada energi baru terbarukan, renewable energy, baik Diploma, S1, S2 dan S3. Ini untuk membangun SDM dan inovasi serta mendorong transformasi energi baru terbarukan di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Prof Nizam dalam kesempatan yang sama.
Salah satu kampus yang membuka keilmuan renewable energy adalah School of Applied Science Technology Engineering & Mathematics (STEM) Universitas Prasetiya Mulya yang sudah berdiri sejak 2016 silam. Hadirnya STEM di Prasetiya Mulya sejalan dengan perkembangan bisnis yang semakin dinamis, khususnya di bidang energi terbarukan.
“Prasetiya Mulya dari segi bisnis memiliki banyak experience, dan kami melihat ke depan bahwa bisnis bukan hanya Food and Beverage, Fashion, atau hal seperti itu saja, tapi juga bisnis berbasis sains dan teknologi sebagai bisnis masa depan. Hal tersebut yang mendorong Prasetiya Mulya membangun School of Applied STEM, salah satunya jurusan Renewable Energy Engineering,” kata Head of Renewable Energy Engineering Study Program School of Applied STEM Prasetiya Mulya, Dr Adinda Ihsani Putri, yang menjadi salah satu pembicara dalam ajang Indo EBTKE Conex di ICE BSD kemarin.
Meski dalam ilmu sains, namun School of Applied STEM tetap pada DNA Prasetiya Mulya, yakni mengintegrasikan antara engineering dan bisnis. Lulusannya siap terjun ke industri energi terbarukan dengan arah menjadi Renewable Energy Engineer, Energy Auditor serta Energypreneur.
Mahasiswa bakal mendapatkan pengajaran sesuai dengan pengembangan kurikulum yang relevan, mulai dari teknis material, kajian keekonomian hingga financing, sehingga mahasiswa mampu mengerjakan proyek EBT, bukan hanya menguasai aspek teknis, namun juga memahami kontrak, hingga analisis keekonomian projek. Adapun School of Applied STEM Prasetiya Mulya memfokuskan pada EBT dalam bentuk listrik baik dari sisi supply melalui energy conversion dan demand melalui energy management.
“Mahasiswa punya pilihan untuk mendalami energy conversion atau energy management. Pada energy conversion ada pilihan Solar PV, Biomass, Wind, dan Hydro. Sedangkan energy management lebih ke green energy building, green industry dan green transportation,” kata Adinda.
Dengan kurikulum itu, mahasiswa bukan hanya mempelajari satu keilmuan, melainkan multidisiplin, mulai dari Teknik Kimia, Teknik Mesin, hingga Teknik Elektro, yang diaplikasikan pada pembangkit listrik tenaga bioenergi, air, angin, dan matahari. School of Applied STEM Prasetiya Mulya memiliki fasilitas super lengkap untuk pembelajaran dan penelitian, mulai dari Lab Analisis and Testing, Lab Material and Device, Living Lab hingga software untuk simulasi seperti Ansys, Matlab, hingga AspenTech.
Namun, pembelajaran di kampus saja tentunya tidak cukup, melainkan perlu praktik ke lapangan untuk melihat realita kebutuhan masyarakat dan industri. Mahasiswa School of Applied STEM Universitas Prasetiya juga terjun langsung dalam mengerjakan proyek katalitik di bidang energi terbarukan untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat dan industri.
School of Applied STEM Prasetiya Mulya juga memiliki riset kolaboratif dengan berbagai institusi seperti Electrochemical Energy Storage Technologies dengan TU Ilmenau, Pengembangan M-ZIF 67 (M = Ni, Cu) sebagai Katalis untuk Produksi Biohydrocarbon yang didanai oleh KIST, Waste to Energy bersama Zhejiang University, Feasibility Study PLTS di Kepulauan Riau untuk pengiriman listrik ke Singapura bersama EDF Renewable, Pengembangan Anoda Baterai Ion Lithium dari Grafit Pensil dan Limbah Baterai bersama BRIN dan banyak riset kolaboratif lainnya.
Universitas Prasetiya Mulya adalah pelopor program MBA dan sekolah bisnis di Indonesia. Lembaga ini didirikan pada 1982 dengan visi misi Prasetiya Mulya untuk menjadi pusat pembelajaran yang baik bagi para wirausahawan, profesional, dan peneliti bisnis.
Pada 2005, mengawali dibukanya program sarjana, Universitas Prasetiya Mulya kembali menegaskan dedikasi para pendirinya untuk mendidik wirausaha muda Indonesia. Sejak saat itu, pendaftaran mahasiswa setiap tahun menunjukkan angka yang terus meningkat dan sebagai konsekuensinya, dibutuhkan lebih banyak ruang. Di penghujung 2009, Universitas Prasetiya Mulya mulai membangun kampus kedua dengan luas total 8 hektare yang terletak di BSD City Kavling Edutown I 1, Jl BSD Raya Utama, BSD City.
Di awal 2016, Prasetiya Mulya bertransformasi menjadi universitas masa depan, menjawab tantangan abad 21 yang beragam dan menjadi pionir universitas ganda dan kolaboratif di Indonesia. Universitas Prasetiya Mulya telah menyadari pentingnya kolaborasi ilmu terapan, dengan mendirikan School of Applied Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM) dengan School of Business and Economics (SBE). set