wartadigital.id
Ekbis

Tak Berkontribusi ke Negara, AREBI Minta Pemerintah Tertibkan Broker Properti Tak Berizin

Ketua DPD AREBI Jatim Budianto Yuwono (tiga dari kiri) foto bersama dengan Ketua Umum DPP AREBI Clement Francis (tiga dari kanan) dan jajaran pengurus dari DPD Jatim dan DPP lainnya.

SURABAYA (wartadigital.id) – Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) meminta pemerintah menertibkan broker properti tradisional yang tak mengantongi perizinan. Keberadaan mereka beroperasi hingga di daerah sudah cukup lama, namun kurang mendapat tindakan tegas dari pemerintah.

Ketua Umum DPP AREBI Clement Francis menjelaskan keberadaan broker properti ilegal itu tidak berkontribusi terhadap negara atau daerah karena tak membayar pajak.  Berbeda dengan broker berizin yang diharuskan membayar pajak.

“Seharusnya ada regulasi yang jelas dari pemerintah. Jangan kesannya pemerintah ngincar anggota AREBI, tapi broker tradisional yang tak mengantongi izin bebas. Ada potensi kebocoran pajak, mereka para broker tradisional itu  seharusnya diberi sanksi,” katanya di sela acara Musda AREBI Jatim di Menara Mandiri Plaza di Tunjungan Plaza Surabaya, Rabu (15/1/2025). Dalam Musda itu, Budiono Yuwono terpilih menjadi Ketua DPD AREBI Jatim untuk periode 3 tahun mendatang.

AREBI lanjut Clement siap membantu Kementerian Perdagangan dalam melakukan penertiban kantor broker properti yang tidak mengurus perizinannya. Perizinan Surat Izin Usaha Perantara Perdagangan Properti atau SIU-P4 harus diurus yang bersangkutan  ke Kementerian Perdagangan. “AREBI hanya akan membantu memberikan informasi mengenai kewajiban mengantongi SIU-P4 bagi broker properti,” ucapnya.

Dia mensinyalir jumlah broker properti tak berizin yang beroperasi di daerah sangat banyak. Menariknya investasi properti di daerah ini mendorong banyak pelaku broker properti bermunculan tanpa mau mengurus izin lebih dulu. Sehingga potensi pajak pun ikut lenyap.

Clement Francis menjelaskan 1.400 kantor anggota AREBI secara nasional telah membantu pemerintah dalam menopang perekonomian. Mereka membantu penjualan properti produk pengembang di seluruh Indonesia. Dia lantas mengambil contoh pada 2024 ada institusi bank yang bisa merealisasikan KPR hingga Rp 36 triliun. Dia menyebut jika ada 10 bank, berarti  ada Rp 360 triliun persetujuan realisasi KPR. “Itu belum yang bayar cash. Kami perkirakan angkanya bisa menembus Rp 500 triliun. Anggap 20% dari transaksi itu berasal dari penjualan broker properti, Pajak Penghasilan (PPH) atau komisi para broker jumlahnya gak sedikit lo,” katanya.

Namun sayangnya, kontribusi yang diberikan AREBI ini belum mendapat perhatian pemerintah. Dia menilai peran pemerintah di asosiasi belum maksimal. Malah anggota AREBI kesannya terus dikejar-kejar pajak sementara broker tradisional yang tak berizin, tak taat bayar pajak belum tersentuh regulasi.

Kerek Penjualan

Sementara itu AREBI juga menyambut gembira rencana pemerintah menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)  dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam jual beli rumah. Organisasi profesi yang menaungi para broker properti di Indonesia itu menyebut jika kebijakan itu direalisasikan, bakal mampu mengerek penjualan properti pada tahun ini, termasuk di Jatim.

“Regulasi pemerintah sangat berpengaruh terhadap bisnis properti. Jika kebijakan penghapusan BPHTP dan PPN dalam jual beli rumah diterapkan, saya optimistis mampu meningkatkan penjualan properti terutama di range harga di bawah Rp 2 miliar,” kata Ketua  DPD AREBI Jatim Budiono Yuwono.

Budiono menjelaskan Presiden Prabowo Subianto telah menggulirkan program 3 juta rumah per tahun. Regulasi baru dan sederet insentif fiskal dari pemerintah ini diyakini membuat sektor properti akan cerah pada 2025 ini dan mampu bertumbuh lebih tinggi di tahun-tahun mendatang.

Wakil Ketua AREBI Jatim Daniel Lianto menambahkan penjualan properti pada 2024 cukup signifikan, bisa dilihat dari realisasi KPR yang ditangani pengembang dan mitra kerja, perbankan. Meski demikian banyak orang menunggu untuk membeli properti tahun ini.  Mereka bersikap wait and see kebijakan pemerintah. “Kalau kebijakan itu digedok, penjualan properti baik primary dan secondary bisa naik di atas 50% di Jatim. Harga di bawah Rp 2 miliar yang paling mendominasi,” katanya.

Untuk Surabaya, kawasan Surabaya Barat seperti kawasan sekitar Citraland dan Surabaya Timur seperti Rungkut dan sekitarnya masih menjadi primadona penjualan. “Dari 158 kantor anggota AREBI Jatim, mereka melaporkan kawasan Surabaya Barat dan Timur hingga kini masih  mendominasi penjualan properti,” katanya.

Dijelaskan Daniel, AREBI membantu pengembang menjualkan produknya. Dari 158 kantor, mereka memiliki fokus penjualan sendiri-sendiri. Ada kantor yang fokus pada penjualan primary, secondary atau dua-duanya dengan  range mayoritas di harga Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar. Namun ada juga kantor yang bermain properti  di atas puluhan miliar dan mereka punya pasar khusus. nti

Related posts

Siap Gaet Investor, Pemkot Kediri Kembangkan Kawasan Industri

redaksiWD

Penerbangan Jakarta Jadi Destinasi Favorit selama Libur Isra Mikraj dan Imlek 2025

redaksiWD

Reformasi Run di Hari Pahlawan, wondr by BNI Hadir di Senayan

Leave a Comment