SURABAYA (wartadigital.id) – Rencana Pemkot Surabaya membuka kembali Rumah Hiburan Umum (RHU) dengan syarat jaminan Rp100 juta memunculkan polemik. Sejumlah pengelola tempat hiburan mengaku keberatan dan menilai syarat tersebut tidak rasional.
Pasalnya, saat ini pengelola tempat hiburan kesulitan ekonomi. Bahkan, sejak setahun tutup, mereka tidak mendapatkan pemasukan sama sekali, sehingga mustahil bisa memenuhi syarat tersebut.
“Ini diskresinya membingungkan. Kami boleh buka tapi harus membayar deposit Rp 100 juta. Kami semua pasti keberatan. Sebab, sudah setahun ini tidak beroperasi,” kata salah seorang pengusaha hiburan malam Richard Handiwiyanto, Rabu (17/3/2021).
Richard mengatakan, sejak tempat hiburan tutup karena pandemi, pihaknya sudah merumahkan 30 persen karyawan. Ini dilakukan karena tidak ada pemasukan. Kondisi ini juga dialami seluruh pengelola hiburan di Surabaya. “Bagi kami sayang, uang Rp100 juta untuk deposit. Lebih baik kami gunakan untuk membantu membayar karyawan. Sekarang ini kami semua susah, kok harus bayar lagi,” katanya.
Kebijakan deposito RHU tersebut juga mendapat sorotan dari para akademisi di Surabaya, salah satunya Ketua Bagian Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Indrawati. Menurutnya, aturan yang dilakukan Pemkot adalah sah-sah saja.
”Kembali pada konsep hukum izin, artinya semua orang bebas melakukan apapun atau istilahnya, freedom to do. Artinya, hak 1 orang akan berbatasan dengan orang lain. Ketika dilakukan, pasti akan ada konflik. Negara harus hadir sebagai pengendali. Jangan sampai aktivitas warga mengganggu warga lain. Ini bentuk intervensi negara,” tutur Indrawati.
Salah satu bentuk intervensi negara menurut Indrawati adalah larangan. Pelarangan itu diwujudkan supaya individu tidak bebas melakukan apapun yang merugikan individu lain. ”Ketentuan RHU buka tentu ada tujuan, sarana, instruksi, pembatasan, dan syarat. Terkait dengan RHU, Pemkot Surabaya memberi peraturan. Untuk aturan deposit dalam konsep perizinan, diperbolehkan,” ujar Indrawati.
Terkait pembatasan, Indrawati melihat, pemkot membatasi kegiatan yang diizinkan dengan kepentingan untuk menjaga protokol kesehatan. Misal batas waktu dan tempat. Batas waktu pembukaan adalah syarat yang harus dipenuhi.
Meski diperbolehkan, namun Indrawati mengingatkan Pemkot Surabaya untuk membuat sistem sejelas-jelasnya. Sebab, masalah keuangan akan menjadi berbahaya. ”Pemkot harus jeli dan hati-hati. Duit ini bahaya. Kalau nggak, bisa digugat di PN atau dilaporkan secara pidana. Dasarnya, pada pelaksanaan kewenangan, pada peraturan perundangan, ada asas kecermatan, transparansi harus dipegang. Boleh, tapi harus hati-hati,” tegas Indrawati.
Terpisah, Kepala Satpol PP dan Linmas Kota Surabaya Eddy Kristijanto mengatakan uang jaminan Rp 100 juta untuk syarat RHU buka masih dalam pembahasan. Pihaknya bersama tim hukum dari perguruan tinggi masih mengkaji kebijakan tersebut untuk menghindari persoalan di kemudian hari.
Eddy mengatakan, jaminan Rp 100 juta sejatinya untuk mendisiplinkan pengelola huburan malam. Tujuannya mereka disiplin menjaga protokol kesehatan. Sebab, sanksi yang berat akan menjadikan pengelola lebih disiplin dan tidak abai dengan protokol kesehatan. “Pemkot Surabaya tidak ingin mendapatkan uang atau pendapatan dari sanksi itu. Tetapi ingin disiplin. Ketika semua selesai, ekonomi jalan, masyarakat sehat dan tidak ada pandemi lagi,” katanya. pur, ine, jpo