SURABAYA (wartadigital.id) – Hingga kini masih banyak desa yang belum teraliri listrik di Indonesia. Proses distribusi dan kurangnya sumber energi yang efisien menjadi faktor sulitnya listrik masuk ke daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Berakar dari permasalahan tersebut, empat orang mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil merakit sebuah panel surya portabel yang ramah lingkungan.
Produk tersebut bernama Dye Sensitized Smartphone Waste Environmental Solar Panel, atau bisa disebut dengan D-ETALON. Produk ini dikembangkan oleh empat mahasiswa Departemen Teknik Sistem dan Industri, yakni Hammam Dhiyaurrahman Yusdin, Hanif Sri Subaga Alim, Kevin Surija, dan Ahmad Aulia Zakiyal Fikri. Mereka berniat menjangkau daerah 3T dengan inovasi berdesain portabel dan modular (rakitan) agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di sana.
Hammam Dhiyaurrahman Yusdin, salah satu anggota tim, menjelaskan bahwa komponen D-ETALON sendiri memiliki beberapa lapisan yang semuanya berbahan baku ramah lingkungan seperti tumbuh-tumbuhan. Salah satunya ialah bunga rosella, nantinya bunga rosella ini akan ditambahkan titanium dioksida (TiO2) untuk menjadi semacam cairan (pasta). “Fungsinya untuk meningkatkan efisiensi dari D-ETALON ini,” papar Hammam, Selasa (16/3/2021).
Selain itu, lanjutnya, lapisan lainnya memanfaatkan limbah smartphone atau alat-alat elektronik lain. Seperti lapisan kedua, bagian Transparent Conducting Oxide (TCO) yang transparan dan mampu menghantarkan listrik ini memanfaatkan lapisan terluar dari layar smartphone atau LCD. Sedangkan lapisan ketiga atau elektrolitnya berasal dari seng yang juga merupakan limbah alat elektronik. “Fungsinya sama juga, untuk meningkatkan efisiensi,” sambung Hammam.
Lebih lanjut Hammam menyampaikan, desain D-ETALON yang portabel dan modular akan memudahkan pengguna untuk memanfaatkan produk ini. “Tujuan kita menggunakan desain ini salah satunya agar mudah didistribusikan,” ungkap mahasiswa kelahiran Gresik tersebut.
Produknya yang tidak terlalu besar serta desain yang mendukung ini, menjadi solusi untuk daerah 3T yang memiliki jalur pendistribusian yang sulit.
Hammam mengakui, produk sel surya yang menggunakan bahan organik memang tidak seefisien solar panel pada umumnya. Namun, ia bersama timnya mengakali hal tersebut dengan sistem konektor berbahan baku daur ulang plastik yang menghubungkan satu D-ETALON dengan D-ETALON lainnya. Terbukti produk ini enam kali lebih efisien daripada sel surya berbahan organik lainnya.
Inovasi yang mampu memberi solusi untuk permasalahan listrik di daerah 3T serta mengembangkan produk yang ramah lingkungan ini, telah mengantarkan tim tersebut menjadi pemenang pada kompetisi ASEAN Innovative and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2021, akhir Februari lalu. Mereka berhasil meraih medali emas dengan kategori Environmental Science.
Hammam menambahkan, inovasi ini juga diikutkan pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun ini. “Kami juga menambahkan fitur tambahan yaitu Solar Tracking System,” imbuhnya.
Sistem ini akan membuat solar panel mengikuti arah matahari sesuai pergerakannya dari terbit hingga terbenam agar output nya lebih maksimal.
Nantinya, kata Hammam, akan ditambahkan juga sensor cahaya yang terintegrasi dengan Arduino, pengendali mikro berbasis perangkat lunak. “Sehingga panel surya bisa bergerak mengikuti arah matahari,” terangnya.
Selain untuk bisa diikutkan di berbagai lomba lain, target Hammam dan timnya ialah agar inovasi ini bisa dibawa ke Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) dan meraih kemenangan. Hammam berharap produk D-ETALON ini bisa dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. “Di PKM nanti kita juga berencana buat menyampaikan ini (produk D-ETALON, red) ke masyarakat, mungkin seperti daerah 3T di Madura dan sekitarnya,” tutup Hammam. tri