
Massa pendukung militer Myanmar melempar batu ke arah penentang kudeta.
YANGON (wartadigital.id) – Pendukung dan penentang militer Myanmar dilaporkan bentrok di jalan-jalan Yangon. Sementara pihak berwenang memblokir mahasiswa meninggalkan kampus mereka untuk protes menentang kudeta.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menahan pemimpin pemerintah sipil Aung San Suu Kyi dan sebagian besar pimpinan partainya. Militer menuduh kecurangan dalam kemenangan pemilihannya pada November.
Sekitar tiga minggu protes dan pemogokan setiap hari dan para mahasiswa berjanji untuk keluar lagi di pusat komersial Yangon pada Kamis. Tetapi polisi memblokir gerbang kampus, menghentikan ratusan mahasiswa yang keluar untuk berbaris.
Pada saat yang sama, sekitar 1.000 pendukung militer berkumpul untuk unjuk rasa di Yangon tengah. “Beberapa dari mereka mengancam fotografer berita. Kemudian bentrokan pecah antara demonstran pro dan antimiliter. Seorang fotografer diketahui terluka,” kata seorang pekerja media seperti dikutip Canberra Times, Kamis (25/2/2021).
Seorang saksi mata mengatakan, pendukung militer melemparkan batu dan menembakkan ketapel. Ada laporan penikaman yang belum dikonfirmasi.
Konfrontasi tersebut menggarisbawahi kerapuhan di negara yang sebagian besar dilumpuhkan oleh protes dan kampanye pembangkangan sipil terhadap militer, yang telah diikuti oleh banyak profesional dan pegawai pemerintah. Para dokter akan mengadakan protes pada Kamis sebagai bagian dari apa yang disebut revolusi jas putih.
Facebook Ikut Blokir
Sementara itu raksasa media sosial Facebook akhirnya bersikap atas konflik di Myanmar. Facebook mengumumkan bahwa mereka melarang semua akun yang terkait dengan militer Myanmar. Mereka juga melarang serta iklan dari perusahaan yang dikendalikan militer setelah kudeta 1 Februari.
Facebook mengatakan, dalam sebuah pernyataan bahwa mereka memperlakukan situasi pasca kudeta di Myanmar sebagai “darurat”. Perusahaan milik Mark Zuckerberg itu menjelaskan bahwa larangan tersebut dipicu oleh peristiwa sejak kudeta, termasuk “kekerasan mematikan”.
Facebook telah melarang beberapa akun yang terkait dengan militer sejak kudeta, termasuk Myawaddy TV yang dikendalikan tentara dan penyiar televisi negara MRTV.
Larangan juga diterapkan di Instagram, yang dimiliki oleh Facebook. Facebook dan platform media sosial lainnya mendapat kecaman besar pada 2017 ketika kelompok kanan mengatakan, mereka gagal bertindak cukup untuk menghentikan ujaran kebencian terhadap minoritas Muslim Rohingya Myanmar.
Tentara melancarkan operasi kontra pemberontakan yang brutal tahun itu yang mendorong lebih dari 700.000 orang Rohingya mencari keselamatan di negara tetangga Bangladesh, tempat mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Pasukan keamanan Myanmar membakar desa-desa, membunuh warga sipil dan terlibat dalam pemerkosaan massal dalam aksi kekerasan mereka. Tindakan itu sedang diselidiki Pengadilan Kriminal Internasional sebagai kejahatan genosida.
Facebook pada 2018 melarang akun beberapa pemimpin militer Myanmar, termasuk Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta bulan ini yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dan partai Liga Nasional untuk Demokrasi. Jenderal memimpin junta yang sekarang bertindak sebagai pemerintah.
Junta telah mencoba memblokir Facebook dan platform media sosial lainnya untuk menangkal protes, tetapi upaya tersebut terbukti tidak efektif. Selama lebih dari seminggu itu juga mematikan akses ke Internet setiap malam dari jam 1.00 pagi. riz, cbt, med