JAKARTA (wartadigital.id) – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko diduga mau menerima posisi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dari hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang ilegal atas dasar perintah dari atasannya.
Presidium Gerakan Pro Demokrasi Indonesia Andrianto menyebut Moeldoko adalah mantan prajurit di TNI. Setiap gerakannya atas perintah atasannya. Hal yang sama juga dilakukan Moeldoko yang masih menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) dalam mengambil alih kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lewat KLB Deli Serdang.
Menurut Andrianto, era kegelapan di Indonesia semakin muncul ketika semua etika dan adab ditabrak demi sebuah pembegalan parpol. “Apa yang terjadi terhadap Demokrat sebuah preseden buruk manakala kekuasaan menghendakinya. Bahkan lebih buruk dari era Orba,” ujar Andrianto, Minggu (7/3/2021).
Andrianto pun meyakini bahwa, apa yang dilakukan Moeldoko merupakan atas perintah atasan. “Seorang Moeldoko yang darah dagingnya prajurit tentu bergerak atas dasar perintah. Beliau punya atasan kan? Tak mungkin selevel pejabat tinggi seperti KSP bertindak pribadi. Semua nafsu kuasa, abuse of power,” jelasnya.
Andrianto juga mempunyai dua penilaian alasan kenapa Demokrat dibegal. Alasan adalah untuk agenda amandemen perlu mayoritas mutlak di MPR RI. Sehingga, periodesasi jabatan presiden bisa lanjut hingga yang diwacakan, 3 periode. “Bila poin pertama gagal, setidaknya dengan genggam Demokrat ditambah PKB dan PPP semua bisa dikuasai,” katanya.
Apalagi, kata Andrianto, Demokrat dipilih untuk dibegal karena surat keputusan (SK) pengesahan pengurus partai berada di tangan Kementerian Hukum dan HAM.
Seperti diketahui, yang menjabat Menteri Hukum dan HAM juga menjabat di petinggi partai penguasa. “Notabane paling mungkin karena ada faktor Megawati, yang sampai detik ini belum ada tanda damai dengan SBY,” terang Andrianto.
Dengan demikian, Andrianto mengajak seluruh elemen parpol dan civil society untuk segera membunyikan alarm darurat. “Sebuah perbuatan pembegalan parpol yang lebih buruk dari era Orba terjadi demikian vulgar, mencabik-cabik semangat reformasi yang inginkan parpol harus steril dari intervensi kekuasaan,” pungkasnya.
Diyakini Ada Jaminan Pengesahan
Terpisah, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai, meski KLB yang digelar itu disebut abal-abal dan inkonstitusional, namun ia meyakini bahwa kepengurusan KLB Moeldoko akan disahkan Kemenkumham.
Pasalnya, kata Ujang, tak mungkin Moeldoko berani menggelar KLB tanpa ada jaminan ke depannya. “Tak mungkin Moeldoko mengkudeta Demokrat dengan cara KLB odong-odong jika tak ada jaminan akan disahkan oleh Kemenkumhan,” kata Ujang.
Selain itu, Ujang menyebut bahwa Kepala Kantor Staf Presiden yakni Moeldoko memiliki kedekatan dengan Meteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. “Kan Kepala KSP Moeldoko dan Menkumham itu friend, sama-sama ada dalam pemerintahan,” ucap Ujang.
Lebih lanjut, Ujang mengatakan bahwa meski tindakan Moeldoko dengan KLB Partai Demokrat itu merusak sistem kepartaian. Namun, nyatanya KLB yang digelar di Sumatera Utara (Sumut) itu tetap berjalan. “Walaupun merusak sistem kepartaian dan merusak demokrasi, faktanya KLB dibiarkan,” jelasnya. rmo, trb