
Direktur Utama Bulog Budi Waseso saat mengecek stok beras di gudang Bulog beberapa waktu lalu.
JAKARTA (wartadigital.id) – Bulog memastikan stok beras nasional masih aman pada periode Maret hingga Mei 2020 yang merupakan juga masa panen raya. Karena itu pemerintah tak perlu impor beras.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) menjelaskan merujuk data yang dirilis Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa stok beras surplus. “Hari ini, per hari beras CBP [Cadangan Beras Pemerintah] kita itu ada 902.000 ton, kurang lebih. Kalau secara keseluruhannya yang dikuasai Bulog itu mencapai 923.000 ton beras per hari ini,” katanya dalam sebuah webinar dikutip dari pernyataan resmi, Kamis (25/3/2021).
Buwas, panggilan akrab Budi Waseso, menegaskan, sampai hari ini pihaknya terus menyerap beras lokal. Bahkan, dia mengaku akan turun langsung ke lapangan untuk membuktikan sendiri bahwa beras produksi dalam negeri itu memang cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Lebih lanjut, dia juga menyangkal isu yang menyebut dirinya terlibat dalam rencana impor beras yang menjadi polemik belakangan ini.
“Belum apa-apa kita sudah menyatakan impor, apalagi yang mendasar yaitu beras. Apalagi ini masa panen. Yang ngomong soal impor kan bukan saya karena saya bukan pengambil kebijakan, bukan pengambil keputusan,” katanya.
Dia pun menegaskan bahwa stok Bulog di seluruh Indonesia masih aman dan akan semaksimal mungkin menyerap beras di daerah-daerah yang kemudian didistribusikan ke wilayah yang tidak memproduksi bahan pangan.
Sebelumnya sejumlah ekonom dan pengamat pertanian satu suara soal nihilnya urgensi impor beras ketika sejumlah indikator perberasan menunjukkan bahwa pasokan dan harga komoditas tersebut dalam posisi stabil. Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang saat ini berada di bawah 1 juta ton atau di bawah angka minimum yang diamanatkan pemerintah juga dinilai tidak lagi relevan untuk mengukur keamanan pasokan nasional. “Yang disampaikan Ombudsman RI benar. Stok pernah di bawah 1 juta ton pada 2017,” kata Pegiat Komite Pendayagunaan Petani dan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori.
Khudori mengemukakan salah satu indikator yang bisa dijadikan rujukan adalah ketersediaan stok Bulog untuk menyalurkan beras selama 6 bulan. Mengingat kanal penyaluran rutin Bulog saat ini hanya tersisa di program keamanan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) alias operasi pasar, maka stok Bulog sejatinya lebih dari cukup.
Dengan rata-rata penyaluran beras untuk operasi pasar yang mencapai 80.000 ton per bulan, stok tidak turun mutu Bulog saat ini setidaknya bisa menjamin stabilitas harga selama 6 bulan. Jika pemerintah bersikeras mengamankan stok di angka 1 sampai 1,5 juta ton, Khudori mengatakan pemerintah harus menjamin pula penyaluran bagi perusahaan tersebut. “Pak Mendag kekeh stok 1 sampai 1,5 juta ton itu menggunakan indikator apa? Jika ingin kekeh sebesar itu, pastikan outlet dan anggarannya,” kata dia.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan yang tidak realistis memang menjadi salah satu pengganjal bagi Bulog dalam menjalankan tugasnya. Dalam situasi Bulog terhambat menyerap beras akibat ketentuan syarat, dia mengatakan pemerintah seharusnya melakukan penyesuaian regulasi. “HPP [Harga Pembelian Pemerintah] ini belum sesuai dengan besaran biaya yang dikeluarkan petani ketika harga bergerak naik. Namun di sisi lain tidak juga mengakomodasi saat harga gabah atau beras turun saat panen raya,” kata dia. set, bis