Kisah Alumnus Unair Raih Beasiswa di Negeri Paman Sam

Reza Maulana Hikam (kanan).

SURABAYA (wartadigital.id)  – Semangat dan ketekunan yang tinggi membawa Reza Maulana Hikam, alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), menempuh studi magister di Negeri Paman Sam, Amerika Serikat.

Reza berhasil meraih beasiswa Graduate Degree Fellowship dari East-West Center, lembaga riset di bawah Pemerintah Federal Amerika Serikat yang berlokasi di Honolulu, Hawaii.

Bacaan Lainnya

Pria kelahiran Gresik yang besar di Surabaya itu menyelesaikan studi sarjananya di Program Studi Administrasi Negara (kini Administrasi Publik) FISIP Unair pada tahun 2019. Keinginannya untuk memahami akar persoalan sosial dan ideologi membawa Reza melanjutkan studi di University of Hawai‘i at Mānoa (UH Mānoa), mengambil jurusan S2 Sejarah.

“Dulu di administrasi negara saya diajari cara menganalisis masalah. Tapi saya ingin melihat lebih dalam lagi, mencari akar dari persoalan sosial, termasuk soal terorisme dan ideologi,” ujarnya, Rabu (29/10/2025).

Selama di UH Mānoa, Reza dibimbing oleh Leonard Andaya, seorang sejarawan Asia Tenggara. “Kebetulan Leonard memiliki lokus kajian yang sama dengan saya, terutama mengenai Sulawesi. Saya beruntung bisa belajar langsung di bawah bimbingan mereka,” tambahnya.

Raih Beasiswa

Reza menjelaskan bahwa beasiswa East-West Center (EWC) terbuka bagi mahasiswa dari berbagai negara di Asia Timur dan Asia Tenggara. “Saya sempat berdiskusi dengan Prof Abdullah Dahana, alumni UH Mānoa. Beliau menyarankan saya menghubungi Prof Leonard dan dari situ semua prosesnya mulai berjalan,” ungkapnya.

Selama studi di Amerika, Reza aktif mengikuti kegiatan akademik dan diskusi lintas budaya. Pengalaman berinteraksi dengan mahasiswa dari berbagai negara menjadi momen berharga baginya. “Saya belajar banyak tentang perbedaan cara pandang dan budaya. Itu membuat saya lebih sensitif dan terbuka terhadap berbagai jenis orang,” katanya.

Selain itu, ia juga memberikan tips mendapatkan beasiswa di luar negeri. Misal, menyiapkan urusan administrasi dan menentukan dosen pembimbing potensial. “Mendapatkan dosbing sebelum mendaftar itu bisa menjadi nilai tambah saat pendaftaran. Hal itu menunjukkan kalau kita serius berkuliah ke luar negeri. Mereka lah yang akan menjadi  penanggung jawab kita saat kuliah di luar negeri,” jelasnya.

Ada beberapa universitas dan beasiswa yang mewajibkan ijazah dalam Bahasa Inggris dan sudah dilegalisir. “Untung saja waktu saya lulus, FISIP Unair menawarkan jasa penerjemahan ijazah, tapi legalisir adalah layanan yang berbeda. Lalu harus siap paspor yang belum akan kadaluarsa dalam 6 bulan ketika penerimaan mahasiswa, hasil tes Bahasa Inggris (ToEFL iBT atau IELTS, kadang juga GRE),” paparnya.

Sistem Pendidikan dan Budaya yang Berbeda

Selain sistem pendidikan yang berbeda, Reza menyoroti suasana akademik yang hangat di kampusnya. “Setiap awal dan akhir semester, departemen selalu mengadakan makan siang bersama. Di akhir semester, acara itu juga menjadi ajang pemberian penghargaan bagi mahasiswa berprestasi,” tuturnya.

Kini, Reza aktif sebagai peneliti bidang sejarah dan ideologi di Nusantara Center for Social Research Surabaya, sekaligus Tenaga Ahli Editor (ad hoc) di Komnas Perempuan. Ia mengaku bahwa ketelitian dalam penelitian dan kepenulisan yang dilatih selama kuliah di Honolulu sangat berguna dalam pekerjaannya sekarang.

“Leonard sangat ketat dalam membimbing. Ia melatih saya memahami data secara cermat dan menulis tanpa bertele-tele. Bekal itu sangat berharga dalam pekerjaan riset maupun editorial,” ujarnya.

Reza berpesan bagi mahasiswa Unair yang bercita-cita kuliah ke luar negeri agar mempersiapkan diri dengan baik. “Kuliah di luar negeri itu untuk belajar, bukan liburan. Fokuslah pada kurikulum, pusat kajian, dan kualitas dosen. Pastikan juga semua dokumen administratif lengkap dan siap,” pesannya.  nti

 

Pos terkait