Jadi Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi RI

Farah Heliantina

SURABAYA (wartadigital.id) – Unair kembali menorehkan kebanggaan melalui kiprah alumninya yang berperan strategis di kancah nasional. Farah Heliantina, lulusan Fakultas Hukum Unair angkatan 1992, kini dipercaya sebagai Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

Dengan pengalaman panjang lintas kementerian, Farah menegaskan bahwa transisi energi bukan sekadar isu teknis, melainkan agenda nasional yang membutuhkan sinergi berbagai sektor.

Bacaan Lainnya

Selepas lulus dari Unair, Farah Heliantina memulai kariernya di Kementerian Keuangan pada 1999. Dua tahun kemudian, ia bergabung dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan menempati berbagai posisi strategis di bidang humas, hubungan antar lembaga, hingga logistik nasional. Pengalaman itu memperkuat kapasitasnya dalam komunikasi publik sekaligus memahami peran vital logistik dalam perekonomian.

Pada 2020, Farah dipercaya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) sebagai Asisten Deputi Investasi Sektor Jasa, menangani proyek energi baru terbarukan seperti PLTS Terapung Cirata dan tenaga angin di Sulawesi. Sejak akhir 2024, ia kembali ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan amanah baru sebagai Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi.

Bagi Farah, percepatan transisi energi adalah isu strategis nasional, terutama dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Indonesia telah menargetkan penurunan emisi 31,8 persen pada 2030 dan net zero emission pada 2060, sesuai komitmen Paris Agreement.

“Kalau kita tidak melakukan apa-apa, dampak perubahan iklim bisa menurunkan PDB hingga 6 persen pada 2060. Itu sebabnya transisi energi harus didorong, baik melalui biofuel, kendaraan listrik, maupun energi terbarukan lain,” jelasnya.

Ia juga menyoroti tantangan implementasi, mulai dari sifat energi terbarukan yang intermittent, keterbatasan infrastruktur grid di negara kepulauan, hingga kebutuhan investasi besar. Karena itu, Indonesia membuka kerja sama internasional melalui platform seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan berbagai kemitraan global.

Sebagai pejabat koordinator lintas kementerian, Farah menekankan pentingnya kolaborasi multipihak atau multi-helix dalam mempercepat agenda transisi energi. Akademisi, pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat, hingga filantropi harus terlibat secara aktif.

“Transisi energi itu tidak bisa dikerjakan satu pihak saja. Ada aspek teknologi, sosial, ekonomi, dan komunikasi publik. Semua aktor harus bergerak bersama agar prosesnya adil dan inklusif,” ungkapnya.

Selain membentuk Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Hijau, pemerintah juga tengah mendorong kawasan ekonomi khusus hijau serta skema pembiayaan inovatif untuk mendukung energi terbarukan.

Sebagai alumni Unair, Farah berpesan agar mahasiswa tidak ragu mengambil peran dalam agenda energi bersih. Menurutnya, era transisi energi membuka peluang besar bagi generasi muda dalam bidang green jobs dan green skills. “Ambil kesempatan ini untuk masa depan. Indonesia butuh jutaan tenaga kerja hijau. Semua disiplin ilmu bisa berkontribusi, tinggal fokusnya mau di mana,” pesannya.

Ia juga menekankan pentingnya jejaring dan keberanian mencoba. “Dunia kerja itu lintas bidang. Jangan membatasi diri hanya karena latar belakang studi. Selalu terbuka untuk belajar, berjejaring, dan berkontribusi,” pungkasnya. nti

 

Pos terkait